Berdasarkan majunya perkembangan dan semakin rumitnya permasalahan terutama dalam kehidupan berkeluarga, tentulah menimbulkan banyak tanda tanya apakah langkah yang kita ambil sudah sesuai dengan syariat agama. Islam tentulah mengharapkan keluarga itu untuk menjadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rohmah, sebuah keluarga yang di idam-idamkan dalam kehidupan berkeluarga.
Sebagaimana halnya anak yang mesti memenuhi beberapa kewajiban yang berkaitan dengan orang tuanya, orang tuapun harus melaksanakan beberapa kewajiban mereka terhadap anaknya. sehingga pengetahuan agama mengenai kewajiban anak dan orang tua sangat baik diajarkan dalam keluarga kita. Atas dasar ini, orang tua tidak diperbolehkan meninggalkan anaknya. Inilah kewajiban agama yang harus mereka laksanakan.
Pada hakekatnya hubungan orang tua dengan anak adalah hubungan dunia dan akhirat, yakni hubungan yang terus berjalan semasa hidup sampai wafatnya. Namun, hubungan tersebut akan terputus manakala akidah mereka berbeda. Hal ini dapat kita petik dari kisah keluarga Nabi Nuh As.
ketika ia berusaha menolong anaknya yang hampir tenggelam, sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran surat Hûd ayat 45:
وَنَادَى نُوْحٌ رَبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابْنِى مِنْ أَهْلِى وإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنْتَ أَحْكَمُ اْلحَاكِمِيْنَ
“Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya”.
Lalu, Allah Swt. menjawab dengan firman-Nya:
قَالَ يَا نُوْحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْر صَالِحٍ فَلاَ تَسْئَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّى أَعِظُكَ أَنْ تَكْوْنَ مِنَ الْجَاهِلِيْنَ
“Allah berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan) sesungguhnya itu perbuatan yang tidak baik. Sebab itu, janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang tidak kamu ketahui (hakekatnya). Sesungguhnya Aku memperingatkanmu supaya kamu tidak termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan”. (QS. Hûd: 46)
Perbedaan keyakinan tersebut dapat memutuskan hubungan anak dan orang tua di akhirat, namun tidak di dunia. Karena, bagaimanapun buruknya orang tua tetap harus dihormati dan seburuk-buruk anaknya dia adalah darah dagingnya sendiri, maka dalam kehidupan di dunia hubungan kekeluargaan dan silahturahmi harus terus dijaga agar tidak terputus. dan selagi masih ada umur jadi masih ada kesempatan untuk berubah dan bertobat jadi jangan pernah berhenti mengharap rahmat Allah SWT.
hadits Nabi Saw. sebagai berikut:“Kamu sekalian adalah penggembala dan setiap orang bertanggung jawab terhadap gembalaannya. Seorang pemimpin adalah penggembala dan bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya. Seorang laki-laki seperti penggembala bagi keluarganya dan ia bertanggung jawab terhadap gembalaannya. Seorang wanita seperti penggembala terhadap rumah suami dan anak-anaknya, dan bertanggung jawab terhadap mereka. Dan, seorang pembantu adalah penjaga harta tuannya dan bertanggung jawab terhadap yang dijaganya. Jadi, kamu sekalian adalah penjaga dan bertanggung jawab terhadap tugasnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).Kewajiban orang tua terhadap anaknya dalam hadits di atas digambarkan oleh Rasulullah Saw. seperti penggembala yang harus berhati-hati terhadap gembalaannya. Orang tua harus selalu mengawasi dan memperhatikan anak-anaknya, sehingga mereka yakin anak-anaknya tidak tersesat dan tumbuh sesuai dengan ajaran al-Qur’an dan Sunnah.
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu kepada mereka, dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Taghaabun, 64: 14). ayat diatas adalah sesuatu yang harus betul2 kita perhatikan terutama sebagai pemimpin rumah tangga, sehingga pengetahuan agama dan mengamalkan sunnah dan hadits dalam kehidupan kita sangat diperlukan agar Allah SWT memberikan kita keluarga dan keturunan yang menyenangkan hati kita.
Sebagaimana halnya anak yang mesti memenuhi beberapa kewajiban yang berkaitan dengan orang tuanya, orang tuapun harus melaksanakan beberapa kewajiban mereka terhadap anaknya. sehingga pengetahuan agama mengenai kewajiban anak dan orang tua sangat baik diajarkan dalam keluarga kita. Atas dasar ini, orang tua tidak diperbolehkan meninggalkan anaknya. Inilah kewajiban agama yang harus mereka laksanakan.
Pada hakekatnya hubungan orang tua dengan anak adalah hubungan dunia dan akhirat, yakni hubungan yang terus berjalan semasa hidup sampai wafatnya. Namun, hubungan tersebut akan terputus manakala akidah mereka berbeda. Hal ini dapat kita petik dari kisah keluarga Nabi Nuh As.
ketika ia berusaha menolong anaknya yang hampir tenggelam, sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran surat Hûd ayat 45:
وَنَادَى نُوْحٌ رَبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابْنِى مِنْ أَهْلِى وإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنْتَ أَحْكَمُ اْلحَاكِمِيْنَ
“Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya”.
Lalu, Allah Swt. menjawab dengan firman-Nya:
قَالَ يَا نُوْحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْر صَالِحٍ فَلاَ تَسْئَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّى أَعِظُكَ أَنْ تَكْوْنَ مِنَ الْجَاهِلِيْنَ
“Allah berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan) sesungguhnya itu perbuatan yang tidak baik. Sebab itu, janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang tidak kamu ketahui (hakekatnya). Sesungguhnya Aku memperingatkanmu supaya kamu tidak termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan”. (QS. Hûd: 46)
Perbedaan keyakinan tersebut dapat memutuskan hubungan anak dan orang tua di akhirat, namun tidak di dunia. Karena, bagaimanapun buruknya orang tua tetap harus dihormati dan seburuk-buruk anaknya dia adalah darah dagingnya sendiri, maka dalam kehidupan di dunia hubungan kekeluargaan dan silahturahmi harus terus dijaga agar tidak terputus. dan selagi masih ada umur jadi masih ada kesempatan untuk berubah dan bertobat jadi jangan pernah berhenti mengharap rahmat Allah SWT.
hadits Nabi Saw. sebagai berikut:“Kamu sekalian adalah penggembala dan setiap orang bertanggung jawab terhadap gembalaannya. Seorang pemimpin adalah penggembala dan bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya. Seorang laki-laki seperti penggembala bagi keluarganya dan ia bertanggung jawab terhadap gembalaannya. Seorang wanita seperti penggembala terhadap rumah suami dan anak-anaknya, dan bertanggung jawab terhadap mereka. Dan, seorang pembantu adalah penjaga harta tuannya dan bertanggung jawab terhadap yang dijaganya. Jadi, kamu sekalian adalah penjaga dan bertanggung jawab terhadap tugasnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).Kewajiban orang tua terhadap anaknya dalam hadits di atas digambarkan oleh Rasulullah Saw. seperti penggembala yang harus berhati-hati terhadap gembalaannya. Orang tua harus selalu mengawasi dan memperhatikan anak-anaknya, sehingga mereka yakin anak-anaknya tidak tersesat dan tumbuh sesuai dengan ajaran al-Qur’an dan Sunnah.
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu kepada mereka, dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Taghaabun, 64: 14). ayat diatas adalah sesuatu yang harus betul2 kita perhatikan terutama sebagai pemimpin rumah tangga, sehingga pengetahuan agama dan mengamalkan sunnah dan hadits dalam kehidupan kita sangat diperlukan agar Allah SWT memberikan kita keluarga dan keturunan yang menyenangkan hati kita.
No comments:
Post a Comment